Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Opini Jamal Wiwoho: Menyiapkan SDM Andal di Era Disrupsi

Menyiapkan SDM Andal di Era Disrupsi

Menyiapkan SDM Andal di Era Disrupsi

Jamal Wiwoho
Rektor Universitas Sebelas Maret


Perguruan tinggi sebagai pencetak generasi akademisi penerus bangsa memiliki segudang tantangan. Terutama dalam membentuk sumber daya manusia berkualitas dan terampil, agar mampu bersaing di era Revolusi Industri 4.0, juga transformasi digital seperti saat ini.

Perkembangan teknologi yang maju begitu pesat menuntut manusia harus adaptif. Perguruan tinggi diposisikan sebagai institusi penghasil sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan dapat mengisi kebutuhan dunia kerja dengan standar mutu yang optimal. Di sisi lain, kualitas lulusan perguruan tinggi sering kali juga dihubungkan dengan cepat tidaknya lulusannya terserap di dunia kerja.

Perguruan tinggi memang harus menghadapkan orientasi visinya ke arah perubahan dan hal-hal yang baru. Apalagi revolusi industri yang telah terjadi diikuti dengan munculnya pekerjaan dan cara berbisnis baru, yang berdampak pada hadirnya tuntutan kompetensi-kompetensi baru serta hilangnya kompetensi-kompetensi lama.

Dalam survei pekerjaan tersebut, pengusaha mengharapkan per tahun 2025 jumlah pekerjaan redundan berkurang 15,4 persen menjadi hanya 9 persen dari total tenaga kerja.

Meskipun demikian, perkembangan teknologi juga berpotensi menciptakan 97 juta peran baru, jenis pekerjaan yang lebih gampang beradaptasi dan bekerja sama dengan bauran baru tenaga kerja yang terdiri dari manusia, mesin, dan algoritma. Ini pertanda bahwa bisnis masa depan dunia akan bercirikan efisiensi, kecepatan, dan ketepatan menggunakan teknologi.


”Making Indonesia 4.0”

Perubahan besar yang terjadi di era Industri 4.0 harus kita respons secara realistis, dan menjadi tantangan perguruan tinggi untuk bergerak tumbuh dan maju bersama menghadapi lawan-lawan terbaiknya, yakni peradaban baru digitalisasi.

Memasuki era disrupsi teknologi, kita perlu mengambil pandangan lebih luas dengan menarik situasi pendidikan kita ke dalam konteks evolusi kebudayaan masyarakat pascamodern. Angin kencang perubahan yang diakibatkan oleh disrupsi 4.0 memaksa perguruan tinggi harus bergegas menajamkan strateginya untuk menghadapi ajakan perubahan tersebut.

Perubahan dimaksud, antara lain, pertama, kurikulum program studi harus ikhlas beradaptasi/menyesuaikan dan relevan dengan kebutuhan kemajuan industri.

Berdasarkan laporan ”Future of Jobs” dari Forum Ekonomi Dunia, ”keterampilan manusia” seperti orisinalitas, inisiatif, dan pemikiran kritis cenderung sangat dibutuhkan seiring kemajuan teknologi dan otomatisasi.

Nomenklatur program studi pun harus disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta industri jika ingin tetap eksis dan dicari peminatnya.

Kedua, kerja sama kemitraan antara perguruan tinggi dan industri untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan berkualitas dan mempersiapkan lulusan yang siap bekerja dan memahami dunia industri.

Ketiga, peningkatan kualitas dan kompetensi dosen juga harus dilakukan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini dan masa mendatang.

Peran dosen di perguruan tinggi diharapkan mampu menyiapkan kampus masa depan yang fleksibel dan adaptif.

Dosen juga bukan hanya sekadar menjadi sumber belajar, atau pemberi pengetahuan, melainkan dosen juga dituntut menjadi mentor, motivator, dan inspirator dalam mengembangkan imajinasi, kreativitas, karakter, dan teamwork para mahasiswa.


SDM masa depan yang andal

Menyiapkan dan mewujudkan SDM andal yang akan menjadi penghuni peradaban baru masa depan Indonesia tidak bisa dilakukan secara instan dan mudah.

Kampus, industri/dunia usaha, dan pemerintah (triple helix) harus berinteraksi secara terus-menerus serta saling membuka ruang dan menghilangkan sekat-sekat ego sektoral, kemudian melakukan sinergi dan kolaborasi dalam mengeksekusi program akselerasi bagi terwujudnya SDM Indonesia yang berdaya saing di era Industri 4.0.

Kampus dengan dukungan industri dan pemerintah harus mengubah profil SDM lulusannya dari user menjadi kreator sehingga akan memiliki keterampilan masa depan (future skills) yang dibutuhkan untuk sukses berkarier di tengah kencangnya arus gelombang transformasi digital.

Harus diakui, saat ini postur kurikulum seluruh level atau jenjang pendidikan di Indonesia lebih memberi penguatan di bidang hard skill. Kondisi ini jelas menjadikan SDM lulusan Indonesia tak memiliki daya saing yang tinggi.

Oleh karena itu, tepat kiranya jika dalam menyongsong peradaban baru Indonesia maju di era disrupsi 4.0, SDM yang andal mutlak diperlukan. Terdapat tiga kunci utama untuk bisa menjadi pemenang di era disrupsi, yakni a) jangan merasa aman di zona nyaman; b) selalu ada inovasi dan kreativitas; dan c) jangan takut kalah.

Posting Komentar untuk "Opini Jamal Wiwoho: Menyiapkan SDM Andal di Era Disrupsi"