Medan, Indonesia – Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang juga Sekretaris Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Jasra Putra, M.Pd., menyerukan perlunya Muhammadiyah berada di garda terdepan dalam upaya perlindungan anak Indonesia dari ancaman “industri candu” dan “krisis pengasuhan”.
Seruan tersebut disampaikan dalam Tabligh Akbar Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Medan, dalam sesi bertajuk “Peran Muhammadiyah dalam Perlindungan Anak Menuju Generasi Emas 2045”.
Data KPAI 2024: Krisis Pengasuhan Mengemuka
Dalam paparannya, Jasra membeberkan data KPAI tahun 2024 yang mencatat 2.057 kasus pengaduan anak, dengan 67% di antaranya berasal dari klaster pemenuhan hak anak. Kasus tertinggi justru muncul dari lingkungan terdekat, yaitu anak korban pengasuhan bermasalah atau konflik dalam keluarga.
“Realitas hari ini menunjukkan kompleksitas tantangan perlindungan anak. Kita berhadapan dengan kekerasan yang pelakunya mayoritas orang terdekat, isu kesehatan mental di mana satu dari tiga remaja memiliki masalah kesehatan mental, hingga berbagai ancaman dari dunia digital,” ujar Jasra di hadapan warga Muhammadiyah Kota Medan.
Jasra menegaskan, perlindungan anak bukan semata persoalan sosial, melainkan mandat teologis dan prasyarat penting untuk mewujudkan Generasi Emas 2045.
“Industri Candu” sebagai Ancaman Serius
Jasra secara khusus menyoroti fenomena yang ia sebut sebagai “Industri Candu” yang mengancam masa depan anak dan remaja.
Ia menekankan bahwa negara, masyarakat, dan khususnya Muhammadiyah, harus mengambil peran aktif dalam membatasi dan menghapus akses anak terhadap:
- Rokok dan zat adiktif,
- Narkoba,
- Pornografi,
- Gim online yang eksploitatif,
- Serta praktik judi online.
“Muhammadiyah harus hadir dengan pendekatan yang komprehensif. Semangat Al-Ma’un hari ini bukan sekadar memberi makan, tetapi membebaskan anak dari struktur ketidakadilan dan jeratan industri yang merusak akal dan fisik mereka,” tegasnya.
Konsep “9-M” Orang Tua Sahabat Anak
Sebagai solusi di tingkat keluarga, Jasra memperkenalkan konsep “9-M Orang Tua Sahabat Anak”, yang meliputi:
- Memberi pujian dan apresiasi,
- Menjadi pendamping belajar yang baik,
- Menjadi pendengar yang baik,
- Menghargai privasi anak,
- Mengajak anak berdiskusi,
- Meyakinkan kepedulian orang tua,
- Memberi tanggung jawab sesuai usia,
- Memberi ruang gerak interaksi yang sehat,
- Mendukung anak menjadi inspirasi bagi lingkungannya.
Menurut Jasra, kurangnya afeksi dan kelekatan dalam keluarga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku menyimpang.
“Keluarga harus kembali difungsikan sebagai benteng utama dengan pola asuh yang penuh kasih sayang, mawaddah wa rahmah,” tambahnya.
Transformasi Layanan Sosial Muhammadiyah
Menanggapi tantangan tersebut, MPKS PP Muhammadiyah terus melakukan penguatan layanan sosial. Saat ini tercatat:
- 211 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) atau Muhammadiyah Children Center (MCC) telah terakreditasi,
- 630 unit layanan Pusat Asuhan Keluarga Muhammadiyah (PAKM) dan Pusat Santunan Keluarga Muhammadiyah (PSKM),
Serta pengembangan layanan Senior Care dan Difabel Center di berbagai daerah.
“Anak adalah amanah, perhiasan, sekaligus ujian. Melindungi mereka dari api neraka—yang dalam konteks duniawi dapat dimaknai sebagai kebodohan, kemiskinan, dan kekerasan—adalah kewajiban setiap kader Muhammadiyah,” tutup Jasra.
Tentang MPKS PP Muhammadiyah
Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan Unsur Pembantu Pimpinan (UPP) yang bergerak di bidang pelayanan sosial. MPKS fokus pada:
- Perlindungan dan pemberdayaan anak,
- Santunan bagi kaum dhuafa, anak yatim, dan kelompok rentan,
- Pengembangan layanan kesejahteraan sosial berlandaskan teologi Al-Ma’un yang transformatif.
MPKS berkomitmen menjadikan Muhammadiyah sebagai kekuatan sosial yang aktif memperjuangkan keadilan dan perlindungan bagi kelompok rentan, khususnya anak-anak.
