Opini dr Rifan Eka Putra Nasution: Solusi Pencegahan Bunuh Diri
Solusi Pencegahan Bunuh Diri
Kepala Seksi Pelayanan Medis di RSUD Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara
Pada suatu sore cerah, saya duduk di kafe favorit saya, memandangi keramaian di jalan lintas Sumatera. Meskipun suasana begitu hidup, pikiran saya teralihkan oleh sebuah posting-an Instagram. Sebuah grafik bersumber dari data Kepolisian Republik Indonesia mengenai angka yang menghantui. Selama enam bulan pertama tahun ini, tercatat 585 laporan bunuh diri terjadi di seluruh Indonesia.
Angka ini memperlihatkan bahwa masalah pencegahan bunuh diri telah menjadi sebuah krisis yang mendesak yang tidak bisa lagi diabaikan atau dihindari. Bahkan, teringat saya kejadian satu minggu sebelumnya. Seorang pemuda yang tinggal di dusun tetangga domisili saya, nekat mengakhiri hidup dengan menggantungkan diri pada sebuah pohon di areal perkebunan sawit milik warga setempat.
Fakta yang mengejutkan ini mengisyaratkan bahwa sebagai masyarakat, kita harus berbicara lebih terbuka tentang masalah ini. Mayoritas kasus bunuh diri terjadi di Jawa Tengah dan Pulau Jawa pada umumnya. Namun, menurut hemat saya isu ini tetap menjadi topik yang dihindari dan ditutup-tutupi. Ketika menghadapi realitas yang menakutkan ini, terkadang kita merasa enggan untuk berbicara tentangnya.
Bunuh diri adalah kenyataan yang menyakitkan, dan sering kita merasa kesulitan untuk menghadapinya. Namun, justru dengan menghadapinya dan membuka diri, kita bisa mulai mencari solusi bersama. Fakta dari Kementerian Kesehatan juga tidak bisa diabaikan. Perilaku bunuh diri sering terkait dengan gangguan kejiwaan, terutama depresi. Namun, kita harus menyadari bahwa stigma dan tabu seputar kesehatan mental adalah hal yang menghambat upaya pencegahan.
Gangguan Mood
Jurnal Medical Clinics of North America dalam publikasi Januari 2023 yang berjudul Suicide: An Overview for Clinicians menyebutkan bahwa mayoritas kasus bunuh diri memiliki gangguan kejiwaan yang dapat didiagnosis paling sering adalah gangguan mood. Masalah psikososial dan kelainan neurobiologis, seperti disregulasi dalam sistem respons stres, berkontribusi pada perilaku bunuh diri. Semua pasien kejiwaan perlu diskrining untuk keberadaan ideasi bunuh diri. Para dokter diharapkan mengumpulkan informasi tentang fitur klinis pasien dan merumuskan keputusan mengenai potensi bahaya terhadap diri sendiri serta rencana perawatan.
Saat saya memikirkan masalah ini, saya teringat orang-orang yang pernah saya kenal yang berjuang melawan kegelapan emosional di dalam diri mereka. Mereka sering merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaan mereka karena takut akan dianggap lemah atau dijauhi oleh masyarakat. Menghadapi orang yang berjuang dengan depresi atau pikiran bunuh diri sering membuat kita merasa tidak berdaya. Kita sering merasa tidak punya cukup pengetahuan atau keterampilan untuk membantu mereka.
Namun, kita juga tahu bahwa ketika mereka mencapai titik puncak keputusasaan, waktu untuk bertindak adalah sangat terbatas. Saatnya bagi kita untuk mengakui bahwa pencegahan bunuh diri tidak bisa dilakukan sendiri. Ini adalah masalah bersama yang memerlukan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak. Pendidikan tentang kesehatan mental harus ditingkatkan di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Anak-anak harus diajarkan bagaimana mengenali gejala-gejala depresi dan gangguan kejiwaan lainnya. Selain itu, kita harus memastikan aksesibilitas layanan kesehatan mental yang lebih baik. Layanan konseling dan terapi harus lebih mudah diakses oleh semua orang tanpa terkecuali. Kita harus menciptakan lingkungan yang ramah dan mendukung bagi mereka yang membutuhkan bantuan.
Kementerian Kesehatan juga sudah mengupayakan akses mudah pelayanan kesehatan jiwa melalui nomor hotline (021) 500-454. Nomor telepon tersebut dikelola oleh Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan. Hotline itu memberikan pelayanan konseling khusus bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan dalam pencegahan bunuh diri.
Tanggung Jawab Bersama
Saya juga percaya bahwa pencegahan bunuh diri adalah tanggung jawab bersama. Kita harus belajar untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan meresponsnya dengan serius. Kita harus mendengarkan dengan empati dan memberikan dukungan tanpa syarat bagi mereka yang merasa putus asa.
Saat melihat seseorang yang berjuang melawan kegelapan emosional, janganlah berpura-pura tidak tahu atau menghindari pembicaraan yang sulit. Kita harus menjadi pendengar yang empati dan membuka diri untuk memberikan dukungan yang diperlukan. Kadang-kadang, mungkin hanya dengan memberikan waktu kita, kita bisa menjadi sinar harapan di tengah-tengah kegelapan yang membelit.
Pencegahan bunuh diri adalah masalah sosial yang kompleks, tetapi itu bukan alasan bagi kita untuk mundur. Ini saatnya bagi kita untuk mengubah cara kita memandang kesehatan mental. Kita harus menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan menerima bahwa perasaan rapuh atau bersedih adalah bagian alami dari hidup.
Kita harus memperjuangkan upaya bersama dalam meningkatkan kesadaran tentang masalah ini, menghilangkan stigma yang menyertainya, dan memberikan bantuan dan dukungan kepada siapa pun yang membutuhkan. Tidak ada yang boleh merasa sendirian dalam perjuangan melawan kegelapan. Bersama-sama, kita bisa mencegah tragedi bunuh diri dan memberikan harapan bagi mereka yang merasa terjebak dalam sunyi.
Posting Komentar untuk "Opini dr Rifan Eka Putra Nasution: Solusi Pencegahan Bunuh Diri"