Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Opini Kemala Atmojo: Sopan Santun dalam Pergaulan

Opini Kemala Atmojo: Sopan Santun dalam Pergaulan

Sopan Santun dalam Pergaulan

Kemala Atmojo
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni


Hari-hari ini, masalah sopan santun sebagai salah satu norma umum selain norma hukum dan moral, kembali ramai dibicarakan di tengah masyarakat, terutama di media sosial. Sebagian besar nada yang muncul adalah menyayangkan bahwa generasi muda kita sekarang kurang mengenal sopan-santun atau adab ketimuran yang selama ini menjadi kebanggaan kita semua.

Secara umum, norma sopan santun adalah panduan yang mengatur bagaimana seseorang seharusnya berperilaku dengan tata krama yang baik dan menghormati orang lain. Norma ini mencakup cara berbicara, berinteraksi, dan bertindak dalam berbagai situasi sosial. Norma sopan santun bertujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar-individu dalam masyarakat dan menjaga ketertiban serta rasa saling menghargai.

Sebagian besar dari kita, misalnya, akan dianggap tidak sopan jika menerima pemberian orang dengan tangan kiri. Lalu, kita biasa mengucapkan berbagai bentuk salam pembuka sebelum memulai pidato. Juga sangat diharapkan kita tidak menggunakan bahasa yang kasar atau sarkastik. Menghormati orang yang lebih tua; menunjukkan sikap rendah hati dan menghindari perilaku yang sombong, juga dianggap hal yang baik atau sopan. Sangat baik pula jika kita mengiucapkan terima kasih dan meminta maaf pada saat yang tepat, dan seterusnya.

Norma sopan santun akan membantu menjaga suasana yang positif dan menghindari konflik yang tidak perlu dalam interaksi sosial. Melalui pengertian dan praktik norma ini, masyarakat dapat saling berkomunikasi dengan efektif dan menghargai perbedaan dalam cara berpikir dan berperilaku.

Benar bahwa di sana-sini norma sopan santun bervariasi tergantung pada budaya, agama, dan konteks sosialnya. Apa yang dianggap sopan dalam satu budaya atau lingkungan tertentu, mungkin tidak sama dengan yang dianggap sopan dalam budaya atau lingkungan lain. Tetapi tetap saja tiap-tiap budaya itu memiliki norma sopan-santunnya sendiri.

Di Jepang atau Korea Selatan, misalnya, seseorang akan memberikan salam dengan cara membungkuk sebagai tanda penghormatan. Sementara di budaya Barat, cium pipi atau jabat tangan mungkin lebih umum sebagai tanda salam. Di beberapa budaya, menggunakan bahasa khusus untuk berbicara kepada orang yang lebih tua atau memiliki status yang lebih tinggi adalah hal yang umum.

Di Jawa Tengah, misalnya, kita kenal bahasa “ngoko” (kepada teman akrab), “kromo madya” (keapda orang yang lebih tua), dan “kromo inggil” (sebagai bahasa yang paling tinggi stratanya). Di Prancis, selain mengenal bahasa formal (“Tu” untuk “kamu” informal; dan “Vu” untuk “kamu” formal) serta jenis kelamin (“Elle” untuk benda atau orang berjenis kelamin feminim; dan “Il” untuk yang berjenis maskulin), ada juga kata-kata penting untuk menunjukkan rasa hormat atau kesopanan, misalnya, "s'il vous plaĆ®t" (tolong), "merci" (terima kasih), dan "excusez-moi" (maafkan saya). Lalu, kepada orang yang sudah akrab, Anda cukup bilang: “Ca va?” untuk bertanya apa kabar, sedangkan kepada mereka yang baru dikenal biasa digunakan kata: “Comment allez-vous?"

Maka, penting untuk memiliki pemahaman tentang norma sopan santun saat berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang berbeda. Menghormati dan menghargai norma-norma ini dapat membantu membangun hubungan yang baik dengan orang lain dan menghindari kesalahpahaman atau insiden yang tidak diinginkan.

Di Amerika Serikat, negeri yang sering dijadikan contoh untuk kebebasan berbicara dan bertindak, juga ada norma sopan santun yang berlaku di banyak lingkungan di sana. Misalnya, melakukan penghinaan terhadap seseorang berdasarkan ras, agama, etnis, jenis kelamin, orientasi seksual, atau karakteristik pribadi lainnya. Hal itu dianggap tidak sopan dan dapat melanggar prinsip-prinsip kesetaraan dan keberagaman. Lalu, penggunaan kata-kata kasar yang merendahkan atau rasis dalam percakapan umum atau interaksi sosial dianggap tidak sopan dan tidak menghormati orang lain. Bahkan, menyebarluaskan informasi palsu atau fitnah tentang orang lain melalui media sosial atau komunikasi lainnya dapat dianggap tidak sopan dan merugikan reputasi orang lain.

Nah, ini yang sering orang lupa, bahwa dalam pergaulan sehari-hari, ada beberapa topik yang oleh sesama warga Amerika Serikat pun dianggap tabu atau tidak sopan. Misalnya, bertanya tentang berapa seseorang menghasilkan uang atau berapa gaji mereka. Bertanya soal usia seseorang, terutama jika mereka lebih tua, dapat dianggap tidak sopan atau tidak pantas. Jika tidak benar-benar akrab, bertanya tentang status pernikahan, perencanaan keluarga, atau masalah kehamilan bisa menjadi hal sensitif karena keterkaitannya dengan kehidupan pribadi.

Lalu, menanyakan tentang orientasi seksual atau identitas gender seseorang bisa sangat pribadi dan sensitif. Juga pertanyaan-pertanyaan soal agama atau keyakinan yang bersifat menghakimi atau menantang keyakinan seseorang, bisa dianggap tidak sopan. Kemudian bertanya tentang berat badan, penampilan fisik, atau memberi komentar negatif tentang penampilan seseorang dapat dianggap tidak sopan. Dan masih ada beberapa lainnya.

Inti cerita, perilaku tidak sopan dapat menyebabkan kesalahpahaman atau konflik antara individu atau kelompok. Hal ini dapat memperburuk hubungan dan menciptakan ketegangan.Lalu, apa sanksi bagi mereka yang dianggap tidak sopan? Ini pun bervariasi tergantung pada konteks, budaya, dan aturan yang berlaku di masyarakat atau lingkungan tertentu. Misalnya, kepada mereka yang dianggap tidak sopan mungkin dijauhi atau dihindari oleh orang lain dalam lingkungan sosial. Hal ini dapat mengakibatkan isolasi atau kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat.

Jika Anda orang bisnis, bisa jadi perilaku tidak sopan mengakibatkan hilangnya peluang kerja, kemitraan bisnis, atau pelanggan. Reputasi seseorang dapat terpengaruh jika dikenal sebagai orang yang tidak sopan. Sedangkan sanksi formal yang biasa berlaku di lingkungan kerja, perilaku tidak sopan yang sekaligus bisa melanggar hukum atau aturan etika tertentu, dapat mengakibatkan sanksi hukuman, denda, atau pemecatan dari pekerjaan.

Sementara cukuplah sampai di sini soal sopan santun ini. Saya tidak ingin membawa masalah ini ke soal etis dan tidak etis. Juga tidak ingin berwacana lebih jauh seperti yang dilakukan Martin Buber dalam “Between Man and Man” (London: The Fontana Library, 1947), yang membagi dua jenis karakter, yakni karakter alamiah dan karakter etis. Karakter alamiah, katanya, adalah karakter yang melekat dalam diri seseorang, yang menjadi temperamen tetap, yang sudah ada dari sananya.

Sedangkan karakter etis adalah sikap-sikap positif yang merupakan hasil pembentukan atau pendidikan. Atau menyeretnya masuk ke filsafat bahasa seperti yang dilakukan oleh J.L. Austin dan John Searle (konsep lokusi, ilokusi, dan perlokusi) atau Ludwig Wittgenstein dalam “Tractatus Logico-Philosophicus” dan “Philosophical Investigations”. Sebab hal itu membutuhkan pembahasan yang lebih panjang.

Posting Komentar untuk "Opini Kemala Atmojo: Sopan Santun dalam Pergaulan"