Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Opini Ratih D Adiputri: Maju Bersama Menuju Indonesia Emas 2045

Opini Ratih D Adiputri: Maju Bersama Menuju Indonesia Emas 2045

Maju Bersama Menuju Indonesia Emas 2045

(Pengajar Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Jyväskylä Finlandia)


Benarkah Indonesia memiliki peluang besar untuk meraih Indonesia Emas pada 2045 seperti yang didambakan? Kita semua tentu ingin menjadikan Indonesia maju, syaratnya semua warga harus memiliki tekad ini bersama-sama. Kepemilikan bahwa kita semua bekerja dan berkarya untuk kemajuan Indonesia, idealnya bukan hanya dari strategi pemerintah—apalagi hanya di pusat—saja

Pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT Kemerdekaan Ke-78 RI pada 16 Agustus 2023 terbuka untuk diakses masyarakat umum dan disiarkan di media massa. Senang rasanya menyaksikan Presiden Indonesia menyampaikan pesan umum dengan interaktif (tidak kaku) walau disampaikan dalam lembaga formal.

Di dalam pidatonya, Presiden menekankan peluang untuk meraih kemajuan Indonesia, Indonesia Emas 2045 dengan bonus demografi, 68 persen penduduk usia produktif, dan kepercayaan internasional (international trust) terhadap Indonesia. Apakah hanya karena dua faktor ini nanti Indonesia bisa menjadi negara maju dan bagaimana memberdayakannya sehingga cita-cita Indonesia maju benar-benar bisa tercapai?


Mitos negara maju

Negara maju atau negara berpenghasilan tinggi adalah suatu negara yang memiliki kualitas hidup yang tinggi, ekonomi maju, dan infrastruktur teknologi yang mapan. Namun, sepertinya kita masih menganut bahwa negara maju adalah negara kaya dan ekonominya maju saja, yang dilihat dari angka produk domestik bruto (PDB). Padahal, saat ini, pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (HDI) amatlah penting, yang terlihat dari kualitas hidup masyarakatnya.

Di negara maju, pemerintah, terutama pemerintah lokal, menjamin kebutuhan dasar penduduk terlebih dahulu, yaitu akses pendidikan yang berkualitas (termasuk perpustakaan yang bermutu dan tersebar di seluruh daerah); fasilitas kesehatan yang baik sehingga tidak hanya orang sakit yang mendapatkan pertolongan dengan cepat, tetapi aksi preventif bagi anak-anak sekolah seperti pemeriksaan kesehatan berkala, termasuk gizi, gigi dan mata, juga vaksin yang diperlukan.

Pengelolaan sampah yang baik dan dilakukan secara berkala. Belum lagi negara maju juga menjamin kualitas udara dan air yang baik, jaringan komunikasi dan internet yang lancar, infrastruktur jalan dan sistem transportasi yang aman dan terjangkau. Semua ini merupakan hak warga. Namun, di Indonesia, polusi udara saja masih terjadi di ibu kota Jakarta dan air masih mengeruk air tanah yang tidak berkelanjutan. Kebutuhan dasar masyarakat Indonesia masih belum merata.

Menurut data dari dokumen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Indonesia, selain tercapainya beberapa target, Indonesia masih memiliki masalah, misalnya dengan penduduk miskin, sampah makanan, kualitas air, dan sebaran energi terbarukan. Belum lagi, jebakan negara berkembang yang masih menghantui Indonesia.

Untuk menjadi negara maju, Indonesia harus mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi lebih dari 8 persen per tahun. Jumlah ini amat sulit dipenuhi apabila kebutuhan dasar rakyat masih belum terpenuhi dan maraknya tingkat korupsi.


Peluang

Mempersiapkan sumber daya manusia tidak dari besarnya bonus demografi. Apa gunanya Indonesia memiliki sumber daya manusia berusia produktif yang berjumlah besar tetapi kemampuannya minim. Indeks Pembangunan Manusia walaupun terlihat memiliki angka yang tinggi, tetapi nyatanya kemampuan dasarnya masih rendah.

Lihatlah angka literasi dan pemahaman akan matematika dan sains yang masih rendah dibandingkan negara lain, bahkan negara tetangga sendiri seperti Malaysia dan Singapura. Silahkan cek angka tes PISA siswa Indonesia.

Angka literasi yang rendah ini terlihat dari minimnya minat membaca. Bacaan dan karya-karya penulis Indonesia tidak dinikmati oleh penduduknya; tidak ada anjuran membaca sejumlah buku tertentu dalam kurikulum pendidikan; perpustakaan (bahkan tingkat nasional pun) tidak memiliki koleksi buku-buku terbaru dan berkualitas, penerjemahan buku asing ke bahasa lokal (apalagi daerah) juga tidak gencar, apalagi toko buku banyak yang tutup, karena pembaca tidak membeli buku, bahkan lebih gemar buku bajakan (fotokopian). Acara nasional pun masih gemar menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Upaya-upaya untuk meningkatkan literasi tampaknya masih perlu digalakkan.

Belum lagi kemampuan untuk menguasai teknologi. Untuk mengakses informasi yang bermutu, diperlukan koneksi internet yang relatif stabil. Kita tahu bahwa koneksi internet yang stabil hanya dimiliki oleh penduduk Indonesia di kota-kota besar saat ini. Di daerah terpencil akan sulit mengakses internet, data pribadi mudah diakali, bahkan pembangunan ribuan menara base transceiver station (BTS) pun malah dikorupsi oleh kementerian yang menanganinya. Sungguh tragis.

Untuk kepercayaan internasional, betul bahwa Indonesia diakui dunia apalagi setelah kepemimpinan dalam pertemuan G20 pada 2022 dan keketuaan pertemuan tingkat tinggi ASEAN. Namun, harapan kita bahwa acara-acara bergengsi tersebut tidak hanya dinikmati oleh para pejabat pemerintahan, tetapi juga masyarakat setempat, dengan melibatkan lomba-lomba bertemu acara di banyak sekolah dan pertemuan-pertemuan sehingga kepemilikan (ownership) masyarakat atas posisi Indonesia di G20 dan ASEAN dapat dinikmati seluruh rakyat (Adiputri 2023, 2022).


Hilirisasi dan isu berkelanjutan

Saya mendukung upaya hilirisasi, tetapi hendaknya jangan hanya terhenti untuk bidang energi atau bidang strategis yang mengedepankan nilai ekonomi belaka. Apabila Indonesia masih mengenyam cara-cara ekstravakasi atau mengeruk sumber daya alam yang ada, Indonesia tidak belajar. Pelestarian alam dan budaya juga perlu untuk menjamin keberlanjutan, dan pembangunan sumber daya manusia harus menjadi prioritas.

Mencari investor yang dapat mengelola sumber daya alam Indonesia patut dihargai, tetapi hendaknya pemerintah, terutama pemerintah lokal, dapat bekerja sama dengan penduduk di tingkat lokal atau LSM setempat sehingga manfaatnya terasa untuk rakyat kecil setempat juga. Daripada mengeruk sumber daya alam yang ada, akan lebih baik untuk memanfaatkan untuk energi terbarukan, suatu hal yang masih belum merata pembaurannya di Indonesia.

Benar kalau kita sedang ”lari maraton” menuju Indonesia Emas, tetapi persiapan stamina untuk maraton juga diperlukan dan itu didapatkan apabila semua penduduk memiliki tekad maju bersama-sama. Indonesia Emas bukanlah sekadar strategi pemerintah—apalagi hanya di pusat—saja. Semua warga negara harus memiliki pemahaman yang sama bahwa kita semua bekerja dan berkarya untuk kemajuan Indonesia. Kepemilikan ini penting, idealnya dengan terpenuhinya kebutuhan mendasar rakyat terlebih dahulu.

Posting Komentar untuk "Opini Ratih D Adiputri: Maju Bersama Menuju Indonesia Emas 2045 "